Rabu, 09 Januari 2008

Tujuh Kata yang Dihapus Nabi

Tujuh Kata yang Dihapus Nabi

Dalam sejarah Islam dikenal apa yang dinamai dengan
"Shulh Al-Hudaibiah", yaitu Perjanjian Perdamaian yang disepakati
pada tahun ke enam Hijri. Perjanjian ini merupakan perjanjian antara
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam dengan Suhail bin Amr
yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Makkah yang masih musyrik.
Perjanjian ini dinilai oleh banyak sahabat Nabi sangat menguntungkan
lawan, walaupun banyak pakar Al-Qur'an yang kemudian menilai bahwa
Allah SWT menamainya fath mubiin (kemenangan yang sangat jelas bagi
kaum muslim). --"Sesungguhnya kami telah memenangkan engkau dengan kemenangan yang nyata" [ QS- Al Fat-h; 48:1 ]--

"Siapa yang mendatangi Muhammad (untuk memeluk agama Islam) maka
ia harus dikembalikan, tetapi yang meninggalkannya menuju Makkah tidak
dapat dikembalikan." Demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami
oleh kebanyakan sahabat Nabi. Mengapa perjanjian itu disetujui Nabi?
Namun demikian, reaksi yang ditimbulkannya belum seberapa dibandingkan
dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan naskah perjanjian tersebut.

" Tulislah wahai Ali, Bismillaahirahmaanirrahiim."
Ali r.a. pun menulis, tetapi dengan serta merta Suhail keberatan:
"Kami tidak mengenal Al-Rahman, hapuslah kata itu dan tulislah 'dengan
namamu wahai Tuhan',"
Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam menyetujui dan memerintahkan menghapus
basmalah sambil melanjutkan: "Inilah perjanjian perdamaian antara Muhammad
Rasulullah dengan Suhail bin Amr."
"Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai pesuruh Allah, niscaya kami
tidak memerangimu. Hapus itu, dan tulislah 'Muhammad putra Abdullah',"
Sekali lagi Rasulullah menyetujui sambil berkata: "Demi Tuhan, aku adalah
pesuruh Allah walau kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!"
Ali r.a. tampak ragu, sementara para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Kaththab berkata: "Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?"
"Tenanglah wahai Umar. Aku ini pesuruh Allah."
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam lalu mengambil naskah rancangan perjanjian tersebut dan menghapusnya dengan tangannya sendiri kata-kata
"Muhammad Rasul Allah".
Demikianlah tujuh kata, yaitu Bismi, Allah, Al-Rahmaan, Al-Rahiim, Muhammad,
Rasul, dan Allah, dihapus oleh Nabi.

Betapa luwes dan sabarnya sikap beliau menghadapi kaum musyrik demi
perdamaian. Beliau sadar bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti atau tidak
mau mengerti.
Tetapi, setelah diskusi ilmiah mereka samakan dengan perdebatan, keluwesan mereka nilai kelemahan, perjanjian yang telah disetujui mereka langgar, ketika itulah tidak ada jalan lain kecuali ketegasan, walaupun itu masih harus selalu
diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.
Ketika memasuki kota Makkah sebagai sanksi atas pelanggaran perjanjian
tersebut, beliau mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah. Dikecamnya sahabat-sahabatnya yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan.
"Tidak!" kata beliau, "ini adalah hari kasih sayang." Adapun 'semboyan' yang
disetujuinya adalah: "Akhun kariim wa ibnu akhn kariim" (saudara sebangsa
yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia).
Sungguh agung manusia ini. Alangkah wajar kita meneladaninya.

M. Q u r a i s h S h i h a b
[Lentera Hati]

Tidak ada komentar: