Rabu, 05 Maret 2008

Saat mataku menelisik pagi. aku mulai bertanya, mengapa aku hidup? mengapa aku diciptakan jadi manusia? lalu mengapa aku diciptakan menjadi laki-laki, dan masih banyak pertanyaan yang mengisi otakku. namun, sekian lama aku merenung aku diingatkan oleh Allah bahwa adanya aku didunia ini adalah sebuah nikmat. adalah sebuah takdir yang Allah putuskan.
aku adalah mahluk terpilih dari sekian ribu 'calon' manusia yang berkompetisi untuk meraih medali singgah didunia. maka distulah aku sadar bahwa hidup ini adalah amanah. dan amanah itu harus kutunaikan dengan baik. karena didunia ini aku hanya sementara singgah. tempat tinggal keabadianku adalah akhirat. disini aku hanya bercocok tanam. menanam benih-benih kebaikanku. dan kelak diakhirat lah aku akan menuai hasilnya.
Mulai saat ini marilah kita merekonstruksi hidup kita kembali. sadarilah bahwa kehidupan didunia ini adalah sebuah hal yang fana. ini hanya sementara. dan yang pasti hidup itu hanya satu kali. hanya sekali. jadi isilah hari-hari dalam diary kehidupan kita dengan tinta emas kebaikan. karena sungguh akhirat adalah sebuah keniscayaan. dan untuk menuju akhirat kita harus mengahadapi fase kematian.
berpikirlah untuk berbuat keburukan. karena setiap hal yang kita lakukan akan ada pertanggungjawabannya diakhirat kelak. dan ingat pula bahwa adaDzat yang selalu mengawasi kita dimanapun dan Kapanpun. Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Daur ulang syahadat kita. sebelum kematian menjemput. karena saat ruh telah mencapai kerongkongan tak ada kesempatan lagi untuk mendaur ulang pemyesalan kita.
Saudaraku, mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan...
Syurga Allah telah menjelang.

Sabtu, 23 Februari 2008

Langkah Jitu Menyelesaikan Masalah

Langkah Jitu Menyelesaikan Masalah

Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS Al-Baqarah [2]: 216)

Tidak ada yang paling dekat dengan kehidupan kita selain masalah. Di mana pun kita berada, ke mana pun kita pergi, dan kapan pun kita bergerak, masalah akan selalu mendampingi kita.

Apa yang dimaksud dengan masalah? Sederhananya, masalah adalah ketidaksesuaian antara apa yang kita harapkan dengan kenyataan. Kita menginginkan A, tapi kenyataan menunjukkan B, itu adalah masalah. Kita menginginkan banyak uang, tapi kenyataannya kita tidak punya uang, itu juga masalah. Pokoknya, semua hal yang tidak sesuai dengan keinginan diri adalah masalah.

Karena itu, persoalannya bukan pada masalah; persoalannya terletak pada cara kita memandang masalah. Apakah kita memandang masalah sebagai beban atau sebagai sarana meningkatkan kualitas diri, itulah yang harus menjadi perhatian. Maka, jangan takut menghadapi masalah, tapi takutlah bila kita salah menyikapinya.

Saudaraku, suatu pekerjaan akan bisa maksimal kalau kita melakukannya sesuai prosedur. Umumnya, setiap aktivitas mempunyai prosedurnya masing-masing. Misalnya shalat. Rukun Islam yang kedua ini memiliki prosedur pengerjaan. Diawali dengan wudhu, kemudian melakukan shalat dengan gerakan yang telah ditentukan secara berurutan (tuma'ninah). Tanpa menjalani prosedur ini secara berurutan, tidak mungkin shalat kita akan diterima. Segalanya harus sesuai prosedur.

Demikian pula dengan menyelesaikan masalah. Ada prosedur-prosedur khusus yang harus dilewati agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Ada tiga prosedur yang dapat kita lakukan agar masalah bisa mendatangkan kebaikan, yaitu:

1. Persiapan
Persiapan erat kaitannya dengan mental. Langkah awalnya adalah menyadari bahwa kita punya masalah. Tanpa adanya kesadaran, mustahil kita bisa memperbaiki diri. Setelah itu, cobalah untuk menghimpun input (informasi) dari orang lain tentang masalah tersebut. Semakin banyak input, insya Allah akan semakin baik. Langkah ketiga adalah memetakan masalah yang didasarkan pada input tersebut. Cari, hal-hal apa saja yang menjadi sumber masalah.

Misal, kita merasa bahwa kita kurang berilmu; kurang wawasan (langkah pertama). Setelah sadar kita kurang wawasan, bertanyalah pada orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita, misal suami/istri, teman, tetangga, dan lainnya. Apa benar kita seperti itu? Bagaimana pandangan mereka terhadap kita? Kekurangan kita itu di bidang apa? Apakah kita malas belajar? dan sebagainya (langkah kedua). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, segeralah kita petakan masalah: Apa yang menyebabkan kita kurang wawasan? Mungkin kita malas belajar, salah memilih pergaulan, tidak punya biaya untuk pengembangan diri, dan lainnya (langkah ketiga).

2. Solusi
Bila tahap persiapan sudah kita lalui, segera kita bertanya tentang solusi. Langkah pertama adalah menghimpun solusi. Tanyalah orang tentang solusi yang paling memungkinkan: "Bagaimana cara agar kita menjadi orang berilmu". Himpun solusi sebanyak mungkin. Bertanyalah pada orang-orang yang dapat dipercaya. Setelah itu petakan solusi. Cara seperti apa yang mungkin kita lakukan. Apakah kita harus masuk pesantren, ikut pengajian, membaca buku, dan lainnya. Langkah ketiga, buatlah rencana aksi yang tertulis dan terukur. Misal, dalam seminggu berapa buku yang harus dibaca atau pengajian mana yang harus kita datangi. Rencana aksi tersebut harus jelas, spesifik, terukur, dan tidak mengawang-awang.

3. Pelaksanaan
Setelah mental kita siap dan solusi pun sudah ada, segeralah bertindak. Jangan ditunda-tunda. Yang tak kalah penting, apa yang kita lakukan harus terus dikontrol dan dievaluasi. Wallahu a'lam.

( Abdullah Gymnastiar )

Allah maha mengabulkan

Allah Yang Maha Mengabulkan

Hal terpenting dalam hidup adalah perubahan diri menjadi lebih baik. Doa yang baik adalah doa yang menjadikan seseorang lebih baik dalam hidupnya.

Semoga Allah Yang Maha Pemurah mengaruniakan kemampuan kepada kita untuk senantiasa menjadikan doa sebagai dzikir harian. Saudaraku, Al-Mujiib adalah satu nama Allah dalam Asma'ul Husna yang berarti Allah Yang Maha Mengabulkan. Al-Mujiib berasal dari akar kata ajaaba yang berarti "menjawab" dan "jawaban", yaitu membalas pembicaraan, pertanyaan, permintaan atau semacamnya. Sementara ulama mengatakan bahwa kata ini awalnya mengandung makna "memotong", seolah-olah memotong permintaan dengan pengabulan sebelum tuntasnya permintaan tersebut. Dalam Alquran, kata Al-Mujiib hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS Hud [11] ayat 61 dan jamaknya, mujiibun, dalam QS Ash-Shaffat [37] ayat 75.

Allah adalah Dzat yang akan mengabulkan setiap permohonan. Karena itu, Allah Azza wa Jalla menganjurkan setiap hamba untuk selalu berdoa kepada-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 186).

Sekarang timbul pertanyaan, mengapa Allah memerintahkan kita untuk berdoa? Bukankah Dia sudah tahu kebutuhan dan harapan kita, lebih tahu daripada kita sendiri! Bukankah tanpa berdoa pun Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita! Bahkan ada yang tidak pernah berdoa, tapi ia diberi "lebih" daripada orang yang berdoa. Contoh, ada yang begitu cepat mendapatkan jodoh, padahal ia tidak berdoa. Di pihak lain ada yang setiap saat minta jodoh, tapi begitu sulit ia mendapatkannya.

Ternyata, doa adalah saripatinya ibadah. Kalau kita diperintahkan untuk beribadah, maka doa itulah saripatinya. Karena itu, orang yang tidak mau berdoa dikategorikan sebagai orang sombong. Dengan demikian, doa menjadi teramat penting bagi kita, dan tidak penting bagi Allah.

Apa alasannya? Doa akan memperjelas posisi kita sebagai hamba dan Allah sebagai Rabb yang menciptakan. Semakin jelas dan semakin mantap posisi ini, akan semakin beruntung pula hidup kita. Laa haula walaa kuwwata illa billahi 'aliyil 'adhim; tiada daya dan kekuatan hanyalah karena Allah Yang Mahaagung semata. Perasaan diri sebagai hamba adalah karunia luar biasa bagi kita, karena akan menentukan baik tidaknya perilaku kita di dunia.

Karakter hamba ahli doa
Saudaraku, hal terpenting dalam hidup adalah perubahan diri menjadi lebih baik. Demikian pula dengan doa, ia harus menjadikan setiap yang melakukannya menjadi lebih baik. Apa saja ciri seorang hamba ahli doa?

Pertama, ia memiliki tujuan yang jelas dalam hidup. Doa adalah target kehidupan. Dari sini kita lihat bahwa doa adalah pupuk, yang terpenting adalah bibit berupa usaha. Misal, doa sapu jagat. Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus menjadi tujuan hidup. Tentunya kita harus mau berusaha dan berproses untuk mendapatkannya. Dilihat dari hal ini, doa adalah pupuk dan ikhtiar adalah bibit. Orang yang bagus doanya akan terprogram hidupnya. Ia memiliki target dan perencanaan untuk memenuhi target tersebut.

Kedua, ia akan senantiasa bersikap wara'. Seorang ahli doa tidak akan mau tersentuh barang haram. Sebab, doa akan terhalang kalau dalam badan kita terdapat barang haram. Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang yang akan diterima ibadah dan dikabulkan doanya adalah orang bersih dari harta haram.

Ketiga, seorang ahli doa akan selalu berbaik sangka (husnudzah) kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Kalau kita selalu memandang baik apa yang dilakukan Allah, tidak berburuk sangka, insya Allah hidup kita akan bahagia. Apapun yang terjadi, pasti baik hasilnya, karena semua datang atas seizin Allah.

Tidak enak, pahit, atau menyengsarakan adalah persepsi kita. Allah tidak mungkin memberikan sebuah ujian, kecuali ada kebaikan di balik ujian tersebut. Ketika Allah "tidak mengabulkan" doa kita, maka yakinlah ada sesuatu yang lebih baik di balik tidak dikabulkannya doa tersebut. Hanya saja ilmu kita belum sampai pada hakikat tersebut.

Keempat, seorang ahli doa akan senang menolong, mempermudah, dan tidak mempersulit orang lain. Dia tahu bahwa Allah akan menolong seorang hamba yang suka menolong saudaranya. Allah akan mempermudah urusan seorang hamba bila hamba tersebut selalu mempermudah urusan orang lain. Yakinlah, semakin gemar kita menolong orang lain, akan semakin mudah pula doa kita dikabulkan, bahkan diberi yang lebih baik.

Di luar itu semua, sangat utama pula bila kita menjadikan setiap momentum sebagai doa yang akan membawa kebaikan. Ketika turun hujan, berdoalah. Ketika akan, sedang, dan setelah turun dari kendaraan, bordoalah. Ketika berjalan, boalah. Dan sebaik-baik doa adalah yang dicontohkan Alquran dan Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bish-shawab.

( KH Abdullah Gymnastiar )

Menjadi manusia kreatif

Menjadi Manusia Kreatif

Hati yang jernih akan melahirkan firasat dan ide-ide cemerlang yang akan menjadi nilai tambah dalam kehidupan seorang Muslim. Semoga Allah Yang Mahaagung mengaruniakan kemampuan kepada kita untuk mengisi hari-hari Ramadhan ini dengan cara terbaik, sehingga selepas Ramadhan kita memiliki kemampuan untuk menjalani hidup dengan kualitas terbaik pula.
Saudaraku, setiap hari usia kita bertambah; setiap hari terjadi perubahan, dan setiap hari pula masalah semakin bertambah, kompleks, dan semakin rumit. Karena itu, bila kemampuan kita tidak bertambah, maka cepat atau lambat masalah akan membinasakan dan menghancurkan kita.
Ada satu kemampuan yang harus selalu kita tingkatkan agar hidup kita semakin berkualitas. Itulah kreativitas. Kreativitas adalah daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Biasanya, kreativitas akan memunculkan inovasi, yaitu kemampuan untuk memperbaharui hal-hal yang telah ada. Bila kreativitas itu daya atau kemampuan, maka inovasi itu hasil atau produk.
Kreativitas begitu penting dalam hidup manusia. Mengapa? Tanpa kreativitas kita akan larut dan tergilas roda perubahan. Tanpa kreativitas kita tidak akan mampu bertahan menghadapi perubahan yang semakin cepat. Perusahaan-perusahaan besar yang mampu bertahan, biasanya memiliki tradisi untuk mengembangkan budaya kreatif yang kemudian menghasilkan produk-produk yang inovatif.
Bagaimana caranya agar kita mampu menjadi orang yang kreatif. Ada lima cara. Pertama, memiliki rasa ingin tahu yang besar. Orang yang kreatif adalah orang yang gemar mencari informasi, gemar mengumpulkan input, dan cinta ilmu. Tiada berlalu waktu-waktunya, kecuali bertambah dengan input-input yang baru dan segar. Karena itu, kita harus selalu bertanya, sejauh mana kecintaan kita terhadap informasi dan ilmu.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan input tersebut. Antara lain melalui buku, sikap meneliti, menyimak, melihat tayangan televisi yang bermanfaat, berdiskusi, merenung, mendengar, menghadiri majelis ilmu, dan sebagainya.
Kedua, terbuka pada hal-hal yang baru. Setiap saat selalu terjadi perubahan. Karena itu, alangkah ruginya orang yang tidak mau berubah dengan menyukai hal-hal baru. Itu sama artinya dengan berjalan mundur, tatkala orang lain bergegas dan berlari. Orang yang kreatif adalah orang yang tidak terbelenggu dengan pendapatnya sendiri.
Tentu, terbuka dengan hal-hal baru tidak harus menjadikan kita mengikuti hal-hal baru tersebut. Kita bisa mengolahnya, menyaring hal-hal yang baik, dan menyesuaikan dengan nilai-nilai yang kita anut. Orang yang kreatif bisa dilihat dari kebiasaannya sehari-hari tatkala pergi ke kantor. Usahakan kita jangan melewati jalur yang sama, sekali-kali cari jalan lain. Biasanya kita pun akan mendapatkan ide-ide atau sesuatu yang baru pula.
Ketiga, berani memikul risiko. Semua tindakan kreatif biasanya akan mengundang risiko. Adalah mimpi melakukan sesuatu yang baru tanpa adanya risiko. Rasulullah SAW adalah orang yang kreatif dengan membawa ajaran baru (Islam) ke tengah-tengah umatnya. Konsekuensinya, beliau dimusuhi dan diperangi. Demikian pula dengan Thomas Alfa Edison. Ia adalah orang kreatif yang berani gagal beribu-ribu kali sebelum menemukan bola lampu. Untuk menjadi kreatif, kita harus berani menanggung risiko, keluar dari zona nyaman.
Keempat, memiliki semangat yang membara untuk sukses dalam hidup. Tanpa semangat, mustahil kita akan mendapat banyak hal dalam hidup. Semangat biasanya akan melipatgandakan kemampuan seseorang untuk berprestasi. Orang yang kreatif, hari-harinya akan selalu bersemangat untuk berproses dalam menggapai semua hal yang diinginkannya. Kita harus bertanya, bersemangatkah kita dalam hidup? Apakah kita ini seorang yang bermental lemah dan selalu kalah dalam memperjuangkan cita-cita? Kita sendiri yang bisa menjawabnya.
Kelima, nilai kreativitas akan semakin lengkap dengan hati yang jernih sebagai buah dari ibadah yang berkualitas. Biasanya, kejernihan hati akan melahirkan firasat dan ide-ide cemerlang yang akan menjadi nilai tambah dalam kehidupan seorang Muslim. Bahkan, karya-karya monumental biasanya berawal dari kejernihan hati dan ketajaman pikiran. Perlu ditekankan bahwa firasat dan ide akan lebih abadi bila kita segera menuliskan dan merealisasikannya dalam tindakan nyata. Biasanya ide yang cemerlang akan mati begitu saja bila tidak diamalkan. Sebaliknya, sebuah ide akan meningkatkan kualitas diri tatkala ia dipraktikkan dalam kehidupan.
Semoga Allah Yang Mahaagung, memberi kemampuan pada kita untuk menjadi seorang yang kreatif dalam hidup; kreatif yang positif; kreatif yang lahir dari kejernihan batin sebagai buah dari ibadah yang berkualitas. Karena itu, marilah kita menjadikan Ramadhan tahun ini sebagai titik balik perbaikan diri dengan menjadi hamba-hamba yang kreatif. Wallahu a'lam bish-shawab.

Pentingnya hidup sederhana

Pentingnya Hidup Sederhana

Dengan hidup sederhana; tidak berlebihan, kita memiliki anggaran berlebih untuk ibadah, untuk meningkatkan kemampuan kita, dan untuk beramal saleh menolong sesama.

Semoga Allah Yang Mahakaya mengaruniakan kekayaan yang penuh berkah, dan melindungi kita dan tipu daya kekayaan yang menjadi fitnah.

Saudaraku, salah satu penyebab maraknya korupsi di negeri kita adalah kegemaran sebagian orang terhadap kemewahan dan menggejalanya pola hidup konsumtif. Memang, tantangan untuk tampil lebih (konsumtif) sangat terbuka di sekitar kita. Tayangan televisi sering membuat standar hidup melampaui kemampuan yang kita miliki. Iklan-iklan tidak semuanya memberikan keinginan primer, tapi juga yang sekunder dan tertier yang tidak terlalu penting. Tidak dilarang kita memiliki, tapi apakah yang kita miliki ini tergolong kemewahan atau tidak? Itulah yang harus kita pertanyakan.

Lalu apa kerugian hidup bermewah-mewah? Di zaman sekarang kemewahan bisa membawa bencana. Minimal dicurigai orang lain. Siksaan pertama dari kemewahan adalah ingin pamer, ingin diketahui orang lain. Siksaan kedua dari kemewahan adalah takut ada saingan. Pemuja kemewahan akan mudah dengkinya kepada yang punya lebih. Penyakit ketiga cemas, takut rusak, takut dicuri. Makin mahal barang yang dimiliki, kita akan semakin takut kehilangan.

Pentingnya hidup sederhana
Tampaknya, pola hidup sederhana harus dibudayakan kembali di masyarakat. Tak terkecuali di keluarga kita. Kalau orangtua memberikan contoh pada anak-anaknya tentang kesederhanaan, maka anak akan terjaga dari merasa diri lebih dari orang lain, tidak senang dengan kemewahan, dan mampu mengendalikan diri dari hidup bermewah-mewah.

Saudaraku, sederhana adalah suatu keindahan. Mengapa? Karena seseorang yang sederhana akan mudah melepaskan diri dari kesombongan dan lebih mudah meraba penderitaan orang lain. Jadi bagi orang yang merasa penampilannya kurang indah, perindahlah dengan kesederhanaan. Sederhana adalah buah dari kekuatan mengendalikan keinginan.

Dalam Islam, kaya itu bukan hal yang hina, bahkan dianjurkan. Perintah zakat bisa dipenuhi kalau kita punya harta, demikian pula perintah haji. Yang dilarang itu adalah berlebih-lebihan. Dalam QS At-Takaatsur, Allah SWT dengan tegas mencela orang yang berlebih-lebihan. Memang kita harus kaya tapi tidak harus bermegah-megah. Beli apa saja asal perlu, bukan karena ingin. Keinginan itu biasanya tidak ada ujungnya. Beli semua yang kita mampu beli, asal manfaat. Kita harus punya, tapi bukan untuk pamer dan bermegah-megah, tapi untuk manfaat. Kita tidak dilarang punya barang apa saja, sepanjang barang yang dimiliki halal dan diperoleh dengan cara halal. Saya tidak mengajak untuk miskin, tapi mengajak agar kita berhati-hati dengan keinginan hidup mewah.

Satu hal yang penting, ternyata di negara manapun orang yang bersahaja itu lebih disegani, lebih dihormati daripada orang yang bergelimang kemewahan. Apalagi mewahnya tidak jelas asal-usulnya.

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat sederhana, walaupun harta beliau sangat banyak. Rumahnya Rasul sangat sederhana, tidak ada singgasana, tidak ada mahkota. Lalu, untuk apa Rasulullah SAW memiliki harta? Beliau menggunakan harta tersebut untuk menyebarkan risalah Islam, berdakwah, membantu fakir miskin, dan memberdayakan orang-orang yang lemah.

Dari apa yang dicontohkan Rasulullah SAW, kita harus kaya dan harus mendistribusikan kekayaan tersebut pada sebanyak-banyak orang, minimal untuk orang terdekat. Maka, bila kita memiliki uang dan kebutuhan keluarga telah terpenuhi, bersihkan dari hak orang lain dengan berzakat. Kalau masih ada lebih, maka siapkan untuk orangtua, mertua, sanak saudara yang lain, dst. Kakak-adik, keponakan, juga harus kita pikirkan. Kekayaan kita harus dapat dinikmati banyak orang.

Semoga dengan hidup sederhana; tidak berlebihan, kita memiliki anggaran berlebih untuk ibadah, untuk meningkatkan kemampuan kita, dan untuk beramal saleh menolong sesama. Amin.

( KH Abdullah Gymnastiar )

Meneladani Zat Yang Maha Suci


Meneladani Zat Yang Mahasuci

Manusia punya standar kesempurnaan. Namun sesempurna apa pun menurut manusia, pasti tidak menjangkau kesempurnaan Allah. Al-Quddus adalah satu nama Allah dalam Asma'ul Husna. Kata Al-Quddus (Yang Mahasuci), dalam Al-Quran sering didampingkan dengan kata Al-Malik (Raja atau Penguasa). Seperti terungkap dalam QS Al-Hasyir [59] ayat 23 dan QS Al-Jumu'ah [62] ayat 1. Hal ini menunjukkan kesempurnaan kerajaan Allah sekaligus menampik adanya kesalahan, pengrusakkan atau kekejaman dari-Nya, akibat kesucian yang Dia miliki.
Dalam kamus Bahasa Arab, Al-Quddus dimaknai sebagai yang suci murni atau yang penuh keberkatan. Dari sini muncul berbagai penafsiran. Salah satunya mengartikan Al-Quddus sebagai yang terpuji dari segala macam kebajikan.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Allah Al-Quddus adalah Dia yang tidak terjangkau oleh indra, tidak dapat dikhayalkan oleh imajinasi, tidak terlintas dalam nurani dan pikiran. Saking sempurnanya, Dia tidak terkejar Dzat-Nya oleh kekuatan indra. Mata tidak bisa melihat Allah. Jangankan Allah yang Mahasuci, pelupuk mata yang paling dekat saja tak mampu dilihat. Indra kita terlalu rendah untuk menjangkau keagungan Allah yang menggenggam alam semesta ini.
Mahasuci Allah dari beranak dan diperanakan. Bagi umat Islam, Allah tidak diserupai dan menyerupai apa pun (laisa kamislihi syai'un). Karena sesuatu itu pasti makhluk, dan setiap makhluk pasti ada kelemahan. Sedangkan Allah mustahil lemah.
Mahasuci Allah secara Dzat dan perbuatan-Nya. Tidak ada perbuatan Allah yang gagal. Mengatakan gagal pada perbuatan Allah pun tidak layak. Allah tidak mungkin gagal berbuat sesuatu. Mahasuci Allah dari yang dianggap sempurna oleh makhluk. Manusia punya standar kesempurnaan. Namun sesempurna apa pun menurut manusia, pasti tidak menjangkau kesempurnaan Allah. Bagaimana mungkin manusia yang serba terbatas bisa menilai kesempurnaan Allah; Dzat penggenggam langit dan bumi?
Mahasempurna Allah dari apa pun yang didugakan makhluk. Kita ini milik Allah, tidak jatuh sehelei rambut pun kecuali atas izin Allah. Kita bahkan tidak berdaya hanya oleh satu gigitan nyamuk.
Teladan Al-Quddus
Ada hikmah yang bisa diambil dari sifat Al-Quddus ini. Pertama, sikapi semua ketetapan Allah dengan prasangka baik. Allah berjanji, "Aku sesuai prasangkaan hamba-Ku". Semua yang Allah takdirkan pasti membawa kebaikan. Maka jadikan setiap kejadian sebagai sarana evaluasi diri. Apa pun yang menimpa, harus dapat mengubah kita jadi lebih baik. Kuncinya husnudzan pada Allah.
Kedua, menyadari bahwa manusia tidak sempurna. Sebagai manusia, apa yang dapat kita banggakan bila tidak memiliki iman? Secara fisik kita kalah oleh binatang. Hanya imanlah yang membuat kita lebih tinggi dari makhluk lainnya. Maka tutuplah pintu kesombongan, dan buka lebar pintu ketawadhuan. Tiada orang yang rendah hati, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya. Dengan mengenal Allah, insya Allah kita akan mampu rendah hati.
Ketiga, siap dengan kekurangan orang lain. Kita harus siap dengan kenyataan bahwa orang terdekat kita tidak sempurna. Secara fisik bisa "sempurna", tapi akhlak tidak ada yang sempurna. Kesiapan mental menerima kekurangan orang lain, akan membuat kita lebih bijaksana. Orang yang stres dalam hidup adalah orang yang selalu ingin sempurna dalam segala hal. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Memang kita harus melakukan perencanaan yang matang, persiapan yang optimal, dan pelaksanaan yang hati-hati, tapi kita pun harus siap bahwa manusia itu (sekali lagi) tidak pernah ada yang sempurna. Wallahu a'lam bish-shawab.
( KH Abdullah Gymnastiar )